• Dadan Hamdan Syukrillah · Answered Allah exists without a place
    kenapa nanya begini ?
      • ربيعة العدوية الجاكرتية menyatukan pemahaman di atas alQuran dan sunnah dan kesepakatan para ulama ahlusunnah
        June 6 at 7:00pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah pertanyaan gini emang ada contohnya dari salafussoleh ?
        June 6 at 7:36pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية 
        ada.

        bahkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pun pernah bertanya kepada seorang budak wanita, yang terkenal dengan hadits Jariyah :
        Hadits Jariyah yang terkenal.

        عَنْ مُعَاوِيَةُ بْنُ حَكَمُ السُّلَمِي: وَكَانَتْ لِيْ جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِيْ قِبَلَ اُحُدٍ وَالْجُوَانِيَةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ، فَاِذَا بَالذِّئْبِ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا، وَاَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِيْ آدَمَ، اَسَفُ كَمَا يَاْسَفُوْنَ. لَكِنَّيْ صَكَكْتُهَا صَكَّةً، فَاَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ. قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ اَفَلاَ اَعْتِقُهَا؟ قَالَ : اِئْتِنِيْ بِهَا. فَقَالَ لَهَا: اَيْنَ اللهُ؟ قَالَتْ: فِى السَّمَاءِ. قَالَ: مَنْ اَنَا؟ قَالَتْ: اَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ. قَالَ: اَعْتِقُهَا فِاِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ

        Dari Mu’awiyah Bin Hakam as-Sulamy: "Dahulu aku memiliki seorang budak wanita yang menggembalakan kambing-kambing milikku di antara Gunung Uhud dan Jawwaniyah. Suatu hari aku menelitinya. Ternyata ada seekor serigala yang membawa seekor kambing dari kambing-kambing budak wanita itu. Aku adalah manusia biasa. Aku terkadang marah sebagaimana mereka marah. Maka aku menamparnya dengan sangat keras. Kemudian aku mendatangi Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam Beliau mengatakan hal itu perkara yang besar terhadapku. Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan dia?' Beliau berkata: Bawalah kepadaku, maka aku membawanya menghadap beliau. Beliau bertanya kepadanya: Di manakah Allah? ia menjawab: Dilangit. Beliau bertanya lagi:'Siapakah saya? Budak wanita itu menjawab: Anda adalah Rosulullah. Beliau bersabda: “Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang wanita mukminah'." (HR Muslim, an-Nasa’i,Daruquthni dan lain-lain)

        ...

        Pernah ada sahabat yang mengungkapkan pertanyaan itu, dan rasul tidak melarangnya. :

        عَنْ أَبِيْ رَزِيْنٍ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ! أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ :كَانَ فِيْ عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ وَمَا ثَمَّ خَلْقٌ, عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

        Dari Abu Razin berkata: Saya pernah bertanya: Ya Rasulullah, dimana Allah sebelum menciptakan makhlukNya? Nabi menjawab: Dia berada di atas awan, tidak ada udara di bawahnya maupun di atasnya, tidak makhluk di sana, dan ArsNya di atas air”. [HR. Tirmidzi (2108), Ibnu Majah (182), Ibnu Hibban (39 -Al-Mawarid), Ibnu Abi Ashim (1/271/612), Ahmad (4/11,12) dan Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (7/137). Lihat As-Shahihah 6/469).]

        ...

        ada Atsar pula, :

        Dari Zaid bin Aslam bercerita: “Ibnu Umar pernah melewati seorang pengembala kambing lalu berkata: Hai pengembala kambing, adakah kambing yang layak untuk disembelih? Jawab si pengembala tersebut: “Tuan saya tidak ada di sini”. Ibnu Umar mengatakan: “Bilang saja sama tuanmu bahwa kambingnya dimakan oleh serigala! Pengembala itu lalu mengangkat kepalanya ke langit seraya mengatakan: “Lalu dimana Allah?”! Ibnu Umar berkata: Demi Allah, sebenarnya saya yang lebih berhak mengatakan: Dimana Allah? Kemudian beliau membeli pengembala serta kambingnya, membebaskannya dan memberinya kambing." [Shahih. Riwayat At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (12/263/13054) dan sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Albani dalam As-Shahihah 6/470 dan Muhktasar Al-Uluw hal. 127]

        wallaahu a'lam
        June 6 at 8:47pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah tujian ditanyakan hal tersebut ?
        June 6 at 8:53pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah Allah tidak sama dengan makhluq, laisa kamitslihi syaiun... dan takyif, had, dsb tidak layak bagi Allah
        June 8 at 5:10pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية 
        Hakikat pertanyaan ini (dimana Allah) adalah upaya untuk menampakkan hakikat/jati diri dakwah-dakwah itu serta memperjelas, sejauh mana keikhlasan niat-niat (mereka).

        Sebab, dalam perhatian yang dicurahkan pada permasalahan hukum megandung perhatian terhadap syariat dan dalam perhatian yang dicurahkan kepada masalah istiwa’ (bersemayamnya Allah Azza wa Jalla diatas Arsy/singgasana-Nya), mengandung perhatian terhadap hak Allah.

        Namun, diantara kedua perhatian diatas terdapat perbedaan, yaitu bahwasanya pada perhatian yang pertama (terhadap hukum) seorang hamba memperoleh bagian untuk dirinya berupa apa yang sering diucapkan diatas lisan, seperti pengembalian segala sesuatu yang diambil secara zhalim (kepada pemiliknya), pemenuhan segala hak-hak (bagi mereka yang berhak menerimanya) dan kehidupan yang senantiasa tercukupi yang benar-benar telah dijanjikan Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya.
        June 8 at 5:13pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah anti bertanya tentang zat Allah ya ? banyak ayat mutasyabihat dalam al-Quran dan cara memahaminya tidak boleh sembarang, bisa jadi kita tidak sadar jadi mujassimah, menganngap Allah punya jism atau jasad,,,,
        June 8 at 5:16pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية 
        ‎:
        Secara umum, manhaj ahlussunnah dalam menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah:
        Menetapkan nama dan sifat bagi Allah dengan nama dan sifat yang Dia sifatkan diri-Nya dengannya dan dengan apa yang para rasul-Nya sifatkan Dia dengannya, di atas dua kaidah ‘menetapkan tanpa menyerupakannya dengan makhluk’ dan ‘menyucikan sifat Allah dari penyerupaan dengan makhluk akan tetapi tidak sampai menolak sifat tersebut’.
        Allah Ta’ala telah menggabungkan kedua kaidah ini dalam firman-Nya, “Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya dan Dia lah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)

        Benar perkataan antum yaa akhiyal karim Dadan Hamdan Syukrillah, bahwa dalam mengimani sifat-sifat Allah tidak layak bagi kita untuk men- :

        Tahrif yaitu merubah maknanya.
        Ta’thil yaitu menolak atau meniadakan maknanya.
        Takyif yaitu membagaimanakan kayfiah/bentuknya.
        Tamtsil yaitu menyamakan dengan makhluq.

        Seperti yang dijelaskan dalam Karya Muhammad Bin Shalih Al ‘Utsaimin Fatawa Al ‘Aqidah Wa Arkaanul Islaam, hal: 12, Penerbit: Daarul ‘Aqidah, Kairo, Mesir.

        Ada ribuan dalil yang menjelaskan bahwa Allah mempunyai sifat bahwa DIA berada di langit di atas arsy.

        Para ulama ahlusunnah telah sepakat akan hal itu. Mereka melihat ayat-ayat secara zhahir, tanpa tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil. Karena itu sudah jelas untuk sifat-sifat Allah.

        Ibnu Abil Izz Al Hanafi rahimahullah mengatakan, “Dalil-dalil yang muhkam (yang begitu jelas) menunjukkan ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya. Dalil-dalil ini hampir mendekati 20 macam dalil”. (Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, 2/437)

        Sebagian ulama besar Syafi’iyah mengatakan bahwa dalam Al Qur’an ada 1000 dalil atau lebih yang menunjukkan Allah itu berada di ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya. Dan sebagian mereka lagi mengatakan ada 300 dalil yang menunjukkan hal ini. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 5/121, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H. Lihat pula Bayanu Talbisil Jahmiyah, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 1/555, Mathba’atul Hukumah, cetakan pertama, tahun 1392 H.)
        June 8 at 7:20pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah jadi gimana ? Allah di langit ya ? orang yng di himalaya berarti lebih dekat ke Allah dong... xixixixi

        disinilah ulama ahlussunah menggunakan metode yg berlainan dengan syekh Alutsimin, memaknai ayat mutasyabihat tidak secara dhohir, karena nanti bisa terjebak dengan takyif....
        June 8 at 7:27pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية 
        Al-Qurthuby -rahimahullah- dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (7/219) berkata, “Tidak ada seorang salaf pun yang mengingkari bahwa Allah bersemayam di atas Arsy-Nya secara hakiki. Arsy dikhususkan karena ia merupakan makhluk Allah yang terbesar. Para salaf tidak (berusaha) mengetahui cara (kaifiyyah) Allah bersemayam, karena sifat bersemayam itu tidak bisa diketahui hakekatnya. Imam Malik -rahimahullah- berkata : [‘Sifat bersemayam itu diketahui maknanya secara bahasa, tidak boleh ditanyakan cara Allah bersemayam, dan pertanyaan tentang cara Allah bersemayam merupakan bid’ah dan ajaran baru”.

        Madzhab Ahlis Sunnah menyatakan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy, namun ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Adapun aqidah yang menyatakan bahwa Allah berada dimana-mana, bukanlah merupakan aqidah Ahlis Sunnah, akan tetapi merupakan aqidah ahli bid’ah yang batil berdasarkan ayat-ayat yang menyebutkan bahwa Allah di atas Arsy beserta keterangan Ulama Ahlis Sunnah.

        Al-Hafizh Abu Umar Ibnu Abdil Barr -rahimahullah- berkata dalam At-Tamhid (7/129), “Di dalamnya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla berada di atas Arsy, di atas langit ketujuh sebagaimana yang ditegaskan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Itu juga merupakan hujjah mereka terhadap orang-orang Mu’tazilah yang berkata: “[Allah berada di mana-mana, bukan di atas Arsy]”.Dalil yang mendukung kebenaran madzhab Ahlul Haq/Ahlis Sunnah dalam hal ini adalah firman Allah Azza wa Jalla: “Ar-Rahman bersemayam di atas Arsy” dan firman-Nya Azza wa Jalla: “ Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy…”.

        Imam Al-Qurthuby-rahimahullah- berkata dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (4/162): “Jahmiyyah terbagi menjadi 12 kelompok … (di antaranya) Al-Multaziqoh, mereka menganggap bahwa Allah berada di mana-mana …”.

        Shodaqoh-rahimahullah- berkata, “Saya mendengar At-Taimy berkata,“Andaikan aku ditanya : Dimana Allah Tabaraka wa Ta’ala?, niscaya aku akan jawab: Dia di langit”. [ Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/401/671)]

        Imam Malik bin Anas-rahimahullah- berkata, “Allah berada di langit, sedang ilmu-Nya berada di mana-mana, tidak ada satu tempatpun yang kosong dari ilmu-Nya”.[ Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/401/673)]

        Imam Ahmad bin Hambal-rahimahullah- pernah ditanya, “Allah -Azza wa Jalla- berada di atas langit yang ketujuh, di atas Arsy terpisah dari makhluk-Nya. kemampuan dan ilmu-Nya berada di mana-mana?” Beliau Jawab : “Ya, Dia berada di atas Arsy. Sedang tidak ada satu tempat pun yang kosong dari ilmu-Nya”. [ Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/401-402/674)]

        Imam Ahmad -rahimahullah- juga berkata, “Jika anda ingin mengetahui bahwa seorang Jahmiyyah itu berdusta atas nama Allah, yaitu saat ia menyangka bahwa Allah berada dimana-mana”.[Lihat Ar-Rodd ala Az-Zanadiqoh wa Al-Jahmiyyah (1/40)]

        Dari semua dalil-dalil, dan pernyataan ulama salaf tersebut menunjukkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy (singgasana), sedang Arsy Allah berada diatas langit, bukan dimana-mana.

        Merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk mengimani dengan keimanan yang kokoh, tanpa ragu terhadap semua dalil-dalil yang menerangkan hal tersebut, dan menghadapinya sebagaimana ia datang, tanpa takwil, dan tanpa menanyakan cara Allah bersemayam, atau menyerupakannya dengan makhluk-Nya.
        June 8 at 7:28pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah 
        Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada
        azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

        Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa
        permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, 'Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

        Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata:
        "Allah ta'ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum
        ada tempat, Dia ada sebelum menciptakan makhluk, Dia ada dan
        belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala
        sesuatu".

        Al Imam Fakhruddin ibn 'Asakir (W. 620 H) dalam risalah
        aqidahnya mengatakan : "Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan "Kapan ada-Nya ?", "Di mana Dia ?" atau "Bagaimana Dia ?", Dia ada tanpa tempat". Maka sebagaimana dapat diterima oleh akal, adanya Allah tanpatempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, begitu pula akalakan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah terciptanya tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah.

        Al Imam al Bayhaqi (W. 458 H) dalam kitabnya al Asma wa ash-
        Shifat, hlm. 506, mengatakan: "Sebagian sahabat kami dalam
        menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah
        shalllallahu 'alayhi wa sallam:

        Maknanya: "Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan
        akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah al
        Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-Mu" (H.R. Muslim dan lainnya).
        Jika tidak ada sesuatu di atas-Nya dan tidak ada sesuatu di
        bawah-Nya berarti Dia tidak bertempat".
        June 8 at 7:38pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah 
        Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah meridlainya– berkata: "Barang siapa yang berusaha untuk mengetahui pengaturnya (Allah) hingga meyakini bahwa yang ia bayangkan dalam benaknya adalah Allah, maka dia adalah musyabbih (orang ...See More
        June 8 at 7:47pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah keyakinan Ahlussunah waljamaah bukan Allah ada dimana2 tapi Allah Ada tanpa tempat (Allah exists without place), arah dan tempat tidak layak bagi Allah...
        June 8 at 7:52pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية 
        ‎:
        orang himalaya..hmmm..seperti kisah firaun saja antum ini,

        قَالَ ذَٲلِكَ بَيۡنِى وَبَيۡنَكَ‌ۖ أَيَّمَا ٱلۡأَجَلَيۡنِ قَضَيۡتُ فَلَا عُدۡوَٲنَ عَلَىَّ‌ۖ وَٱللَّهُ عَلَىٰ مَا نَقُولُ وَڪِيلٌ۬

        Dan Fir’aun berkata: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui ada Ilah bagimu selain aku. Maka bakarlah wahai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta.” (QS. Al-Qashash: 38)

        Ayat dii atas sungguh gamblang sekali siratan maknanya tentang keberadaan Allah. Dari ayat di atas dapatlah kita ketahui bahwa salah satu dakwah nabi Musa adalah: Mengimani bahwa Allah berada di atas Langit (di ‘Arsy). Akan tetapi dakwaan nabi Musa tersebut disangkal dan didustakan oleh Fir’aun, dan bahkan Fir’aun mencap bahwa nabi Musa seorang pendusta. Oleh karena itu, Fir’aun dengan sombongnya menyuruh pembantunya; Haman, untuk membuatkan bangunan yang tinggi agar dia dapat naik ke atasnya untuk membuktikan dakwahan nabi Musa bahwa Allah itu berada di atas langit.

        Kedekatan Allah dengan makhluknya telah disebutkan Allah:

        وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ‌ۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ‌ۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِى وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِى لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ

        "Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a kepada-Ku.” [Al-Baqarah: 186]

        Dalam ayat ini kata qoriib (dekat) tidak bisa kita bayangkan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk. Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “Sesungguhnya Allah Maha Menjaga dan Maha Mengetahui. Mengetahui yang samar dan tersembunyi. Mengetahui mata yang berkhianat dan hati yang ketakutan. Dan Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang berdoa, sehingga Allah berfirman ‘Aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepada-Ku’ ”. Kemudian dijelaskan pula: “Doa ada 2 macam, doa ibadah dan doa masalah. Dan kedekatan Allah ada 2 macam, dekatnya Allah dengan ilmu-Nya terhadap seluruh makhluk-Nya, dan dekatnya Allah kepada hambaNya yang berdoa untuk mengabulkan doanya” (Tafsir As Sa’di). Jadi, dekat di sini bukan berarti menempel atau bersebelahan dengan makhluk-Nya. Hal ini sebenarnya bisa dipahami dengan mudah. Dalam bahasa Indonesia pun, tatkala kita berkata ‘Budi dan Tono sangat dekat’, bukan berarti mereka berdua selalu bersama kemanapun perginya, dan bukan berarti rumah mereka bersebelahan.
        .

        Apa yang telah dituturkan Al-Qur-an dan As-Sunnah, bahwa Allah dekat dan bersama makhluk-Nya, tidaklah bertentangan dengan yang Allah firmankan, bahwa Allah Mahatinggi dan bersemayam di atas ‘Arsy, karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala Sifat-Sifat-Nya. Dia Mahatinggi dalam kedekatan-Nya, tetapi dekat dalam ketinggian-Nya.[Lihat at-Tanbiihaatul Lathiifah (hal. 63-66) oleh Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di dan Syarah ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 167) oleh Khalil Hirras.]

        Hal ini disebutkan dalam sabda Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

        "... Sesungguhnya Allah Yang engkau berdo’a kepada-Nya, lebih dekat kepada seseorang di antara kamu daripada leher binatang tunggangannya.”[HR. Al-Bukhari (no. 2992, 4202, 6384, 6409, 6610), Muslim (no. 2704 (46)) dan Ahmad dalam Musnadnya (IV/402), dari Sahabat Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu 'anhu. Lafazh hadits ini milik Ahmad]
        June 8 at 8:18pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah jadi kamu berkeyakinan bahwa Allah butuh arah dan tempat ya ?
        June 8 at 8:21pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية ketika antum mengatakan demikian, sama artinya dengan antum menyamakan Allah dengan makhluknya. yang membutuhkan tempat dan arah hanyalah makhluk ciptaan Allah.

        bukankah antum telah mengatakan bahwa laisa kamitslihi syai'un ???

        lalu kenapa bertanya seperti hal nya antum menanyakan tentang makhluk Allah ???!
        June 8 at 8:30pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah saya bertanya ama kamu, kamu berkeyakinan Allah dilangit kan.. ?langit itu kan makhluq, jadi itu tidak layak bagi Allah, Ulama Ahlussunah memaknai ayat itu tidak sembarangan dan dzohirnya saja namun juga bagaimana jangan sampai Allah mempunyai sifat seperti makhluqnya, >>>> kalo bener Allah di langit jadi dimana Allah sebelum ada langit ?
        June 8 at 8:34pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية hmmm... lagi lagi antum menyamakan Allah dengan makhluknya.
        awal dan sesudahnya.
        June 8 at 8:38pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah lha saya menyamakan Allah ? qiqiqiqi.... saya : Allah ada tanpa tempat, ada sejak zaman azali....
        June 8 at 8:42pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية 
        adakah alQuran dan Hadits yang menyatakan hal itu ?

        Sedangkan antum lebih memilih perkataan orang selain nabi Muhamammad shallallaahu 'alaihi wasallam

        sedangkan Allah menyuruh untuk mengikutin alQuran dan Hadits,

        imam syafi'i sendiri mengatakan jika pendapatnya bertentangan dengan AlQuran dan hadits, maka buanglah pendapatku. dan ambillah pendapat yang shohih.
        June 8 at 8:44pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah 
        yeh.... tadi diatas kan ada sudah ditulis... nih sabda Nabi shalallohu'alaihi wasallam : Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada
        azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

        Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa
        permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, 'Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

        Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata:
        "Allah ta'ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum
        ada tempat, Dia ada sebelum menciptakan makhluk, Dia ada dan
        belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala
        sesuatu".
        June 8 at 8:51pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah juga ini nih : "Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan
        akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah al
        Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-Mu" (H.R. Muslim dan lainnya).
        June 8 at 8:52pm · 
      • Dadan Hamdan Syukrillah semua ini jelas dan muhkam...
        June 8 at 8:52pm · 
      • ربيعة العدوية الجاكرتية smoga kita bukan termasuk dari orang-orang yang mendustakan alQuran *amin
        June 8 at 8:55pm ·  ·  1 person
      • Dadan Hamdan Syukrillah aamiin..
        June 8 at 9:02pm ·