Al-Quran adalah sumber rujukan umat Islam di dunia dalam mengambil hukum dan tata cara peribadatan mereka, ibadah kepada Allah, Tuhan seluruh alam semesta adalah hakikat penciptaan manusia oleh karena itu ibadah sangatlah penting dan hal yang paling pokok untuk diketahui oleh setiap orang. Peran Bahasa Arab tidak bisa dilepaskan dalam pengambilan hukum ini, karena Allah memilih bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran dan bahasa rasul-Nya yang keduanya (Al-Quran dan Al-Hadits) adalah sumber pokok bagi umat islam. Bahasa Arab selain merupakan bahasa Al-Qur’an (Firman Allah atau kitab pedoman umat Islam) yang memiliki tata bahasa yang tinggi dan bermutu juga memiliki sastra yang sangat mengagumkan dan manusia tidak mampu untuk menandingi. Menurut Abdul Alim Ibrahim (1978) bahwa bahasa Arab merupakan bahasa orang Arab sekaligus juga merupakan bahasa Islam. (Azhar Arsad) Bahasa Arab dan Beberapa Metode Pengajarannya, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003).
Bahasa lain termasuk bahasa Indonesia, tidak dapat diandalkan untuk memberikan kepastian arti yang tersurat dan tersirat yang terkandung dalam Al-Qur’an (Ash Shidiqi, 1975;2007) karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, maka kaidah-kaidah yang diperlukan dalam memahami Al-Qur’an bersendikan atas kaidah-kaidah bahasa Arab, memahami asas-asasnya, merupakan tata bahasanya dan mengetahui rahasia-rahasianya (Ash Shidqi, 1972;284). Dewasa ini semakin banyak umat Islam yang belum memahami betapa pentingnya bahasa Arab sehingga mereka acuh, tidak memperdulikan bahasa Arab dan enggan untuk mempelajarinya. Di samping itu sebagian besar umat Islam pada umumnya dan para remaja muslim pada khususnya menganggap bahwa mempelajari bahasa Arab itu sangat sulit dan rumit, padahal sebenarnya tidak sesulit apa yang dibayangkan jika mereka mau mempelajarinya. Bahasa Arab merupakan salah satu komponen dalam islam yang sangat penting, umat islam akan bodoh terhadap agama mereka dan akan timbul perselisihan diantara mereka jika mereka tidak menguasai bahasa Arab.
Imam Syafi’i mengatakan : ”Manusia menjadi buta agama, bodoh, dan selalu berselisih paham lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep Aristoteles”. (Siyaru A’lamin Nubala, Imam Adz-Zahabi 10/74) Itulah ungkapan Imam Syafi’i bagi umat, agar kita jangan memarginalkan bahasa kebanggaan umat Islam. Seandainya sang Imam menyaksikan sikap umat sekarang ini terhadap bahasa Arab, tentulah keprihatinan beliau akan semakin memuncak. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Dibenci seseorang berbicara dengan bahasa selain bahasa Arab karena bahasa Arab merupakan syiar Islam dan kaum muslimin. Bahasa merupakan syiar terbesar umat-umat, karena dengan bahasa dapat diketahui ciri khas masing-masing umat.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim hlm. 204). Asy-Syafi’iy berkata sebagaimana diriwayatkan As-Silafi dengan sanadnya sampai kepada Muhammad bin Abdullah bin Al Hakam, beliau berkata: “Saya mendengar Muhammad bin Idris Asy-syafi’iy berkata: “Allah menamakan orang-orang yang mencari karunia Allah melalui jual beli (berdagang) dengan nama tujjar (tujjar dalam bahasa Arab artinya para pedagang-pent), kemudian Rosulullah juga menamakan mereka dengan penamaan yang Allah telah berikan, yaitu (tujjar) dengan bahasa arab. Sedangkan “samasiroh” adalah penamaan dengan bahasa `ajam (selain arab). Maka kami tidak menyukai seseorang yang mengerti bahasa arab menamai para pedagang kecuali dengan nama tujjar dan janganlah orang tersebut berbahasa Arab lalu dia menamakan sesuatu (apapun juga-pent) dengan bahasa `ajam. Hal ini karena bahasa Arab adalah bahasa yang telah dipilih oleh Allah, sehingga Allah menurunkan kitab-Nya yang dengan bahasa Arab dan menjadikan bahasa Arab merupakan bahasa penutup para Nabi, yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, kami katakan seyogyanya setiap orang yang mampu belajar bahasa Arab mempelajarinya, karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling pantas dicintai tanpa harus melarang seseorang berbicara dengan bahasa yang lain. Imam Syafi’iy membenci orang yang mampu berbahasa Arab namun dia tidak berbahasa Arab atau dia berbahasa Arab namun mencampurinya dengan bahasa `ajam.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim). Abu Bakar bin ‘Ali Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushanaf:“Dari Umar bin Khattab, beliau berkata: Tidaklah seorang belajar bahasa Persia kecuali menipu, tidaklah seseorang menipu kecuali berkurang kehormatannya. Dan Atho’ (seorang tabi’in) berkata: Janganlah kamu belajar bahasa-bahasa ajam dan janganlah karnu masuk gereja – gereja mereka karena sesungguhnya Allah menimpakan kemurkaan-Nya kepada mereka, (Iqtidho Shirotil Mustaqim). Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad berkata: “Tanda keimanan pada orang ‘ajam (non arab) adalah cintanya terhadap bahasa arab.” Dan adapun membiasakan berkomunikasi dengan bahasa selain Arab, yang mana bahasa Arab merupakan syi’ar Islam dan bahasa Al-Qur’an, sehingga bahasa selain arab menjadi kebiasaan bagi penduduk suatu daerah, keluarga, seseorang dengan sahabatnya, para pedagang atau para pejabat atau bagi para karyawan atau para ahli fikih, maka tidak disangsikan lagi hal ini dibenci. Karena sesungguhnya hal itu termasuk tasyabuh (menyerupai) dengan orang `ajam dan itu hukumnya makruh.”(Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bahasa arab itu termasuk bagian dari agama, sedangkan mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah itu wajib. Tidaklah seseorang bisa memahami keduanya kecuali dengan bahasa arab. Dan tidaklah kewajiban itu sempurna kecuali dengannya (mempalajari bahasa arab), maka ia (mempelajari bahasa arab) menjadi wajib. Mempelajari bahasa arab, diantaranya ada yang fardhu ‘ain, dan adakalanya fardhu kifayah.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).