Cinta dan motivasi jelas memiliki hubungan yang erat.Cinta adalah motivasi yang paling kuat. Cinta adalah penggerak hati, pikiran, dan tindakan. Seseorang akan merasa tergerak hatinya saat sesuatu yang dicintainya disebutkan. Cinta menggerakan pecinta untuk mencari yang dicintainya.
Objek cinta itu begitu banyak. Mereka adalah ujian bagi kita semua. Cinta terhadap lawan jenis, cinta terhadap keluarga, cinta terhadap harta benda, cinta terhadap tanah air, dan cinta terhadap hal-hal lainnya.
Namun tahukah bagi Anda, bahwa cinta itu adalah tawanan?
Cinta Itu Adalah Tawanan
Apa yang dimaksud bahwa cinta itu adalah tawanan? Siapa yang ditawan? Cinta menawan hati. Sebab hati akan tunduk demi mengejar apa yang dicintainya. Banyak sekali orang yang rela melakukan apa pun demi yang dicintainya. “Gunung kan kudaki, lautan akan kusebrangi.” begitu kata syair yang menggambarkan bagaimana hati tertawan oleh cintanya kepada kepada seorang gadis pujaan. Lihatlah… banyak orang yang melakukan segala cara untuk mendapatkan harta dan jabatan. Yang haram dihalalkan, apa pun dilakukan demua cintanya kepada harta dan jabatan.
Cinta selalu menggerakkan hati pada apa yang dia inginkan. Keinginan diri inilah yang disebut dengan hawa nafsu. Sehingga dengan cinta ia menjadikan hatinya sebagai tawanan hawa nafsu, mengikuti apa yang dikatakan hawa nafsu dan menjadikan hawa nafsu dengan pimpinannya dalam hidup. Sehingga masuklah dia ke dalam fintah syahwat, yang menghalangi hatinya dari petunjuk dan rahmat.
Kemerdekaan Itu Datang Dari Tauhid
Tauhid membebaskan hati ini dari tawanan hawa nafsu. Bebas dari tawanan cinta harta, jabatan, popularitas, anak, lawan jenis, dan objek cinta yang berasal dari hawa nafsu. Bukan berarti, kita tidak lagi mencintai mereka. Namun, dengan kehadiran tauhid, maka hawa nafsu sudah bisa ditundukan, sehingga cinta kita tidak lagi hanya digerakan oleh hawa nafsu, tetapi digerakan oleh cinta kita kepada Allah sebagai konsekuensi tauhid.
“Adapun orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
Anda akan terbebas dari kesedihan yang tidak perlu. Seseorang yang melakukan hal-hal yang dilarang agama demi cintanya, artinya belum ada tauhid pada dirinya, setidaknya masih sedikit. Orang yang hatinya sudah dipenuhi dengan cinta kepada Allah, tidak mungkin menduakan cintanya dengan sesuatu yang rendah. Tidak mungkin meninggalkan Allah (yang dicintainya) demi cinta
kepada selainnya.
Kita boleh mencintai lawan jenis, namun kita tidak akan pernah melakukan yang dilarang seperti mendekati zina bahkan melakukan zina, bunuh diri, durhaka kepada orang tua, dan perbuatan munkar lainnya. Sebab perbuatan-perbuatan tersebut dimurkai oleh cinta sejati kita, yaitu Allah SWT. Begitu juga, cinta kita kepada keluarga, harta, jabatan, dan objek cinta lainnya tidak akan menggerakan kita untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh Allah SWT sebagai cinta sejati kita.
Tuesday, 14 September 2010
Hubungan Cinta dan Motivasi
Saling UP GRADE dengan CINTA
Masalah bukan pada modal awal, tapi bagiamna pengelolaannya sehingga modal dapat terus berkembang dan meningkat. Dalam urusan pengelolaan modal awal rumah tangga tak ubahnya perniagaan. Jika tidak di upgrade, modal sekufu bias habis di tengah jalan.
Saling mengenal
Saling mengenal dengan baik aspek intelektualitas, kecenderungan, tabiat, kebiasaan, potensi dan juga kelemahan pasangan. Pengenalan ini bukan sekedear untuk dapat memperlakukannya sesuai dengan kondisinya, tapi agar masing-masing memiliki pandangan ke depan untuk meningkatkan potensi atau menutup kelemahan anda.
Temukan strong point
Saling menemukan strong point atau titik komparatif yang dapt menjadi sumber energi untuk menghasilkan kecenderungan atau kedekatan(litaskunu ilaiha). Kita bias belajar dari rumahtangga Rasulullah saw dan Khodijah r.a. pada diri Muhammad saw, Khodijah menemukan sikap jujur dan amanah. Sebaliknya, pada diri Khodijah Muhammad saw melihat sikao kedermawanan yang mencolok. Strong point mampu mengeliminir perbedaan usia, fisik, status ekonomi dan lingkungan social diantara keduanya. Begitu kuatnya, sehingga Rasulullah tidak pernah berfikir menikah lagi setelah Khadijah wafat, padahal menjadi kelaziman dalam budaya arab. Bahkan , setelah khadijah wafat Rasulullahmasih sering menyebut namanya dan meneruskan kebiasaan Khadijah memberi hadiah atau memberi makanan pada orang yang dia cintai.
Menerima Realitas
Salig menerima dan memahamikondisi relitas pasangan sebagai modal luar buiasa untuk bisa memaklumi dan memaafkan kesalahan. Ini akan membuat kita tidak membandingkan kondisi realita pasangan dengan potret ideal yang ada pada kepala. Untuk itu, kecerdasan, kelapangan hati, dan kejujuran adalah sikap mutlak yang dibutuhkan. Dalam praktik, umumnya kaum perempuan memiliki kemampua penerimaan yang lebih tinggi daripada kaum laki-laki.
Ciptakan kebutuhan bersama
Saling menciptakan kebutuhanbersama untuk meningkatkan kesekufuan agar suasana kesenderungan pada pasangan tetap terbangun. Dengan begitu, proses upgrade tidak dirancukan dengan sikap saling menyalahkan atau saling menuntut. Misalnya suami hanya menuntut istri agar begini dan begitu, padahal ia sendiri masih banyak kekuranan.
Komitmen & Kesepakatan
Komitm,en untuk tidak mandeg da kesepakan untuk saling menupgrade membuat suamiistri siap menanggung konsekuensi yang timbul dari kesepakatan tersebut.
Upgrade sesuai potensi
Tidak mungkin potensi pasangan A, kita paksa berubah menjadi B. paling mungkin adalah bagaimana A menjadi A’. jangan sampai proses up grade justru menimbulkan perasaan tertekan atau terpaksa.
Terbuka dalam belajar
Kembangkan sikap terbuka dalam belajar sepanjang tidak bertentanan dengan syari’ah. “belajar bisa dimana saja,tidak harus kursus atau ikut lembaga pengembangan diri. Yang penting motipasi, bisa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, internet, buku misalnya sebagai fasilitas belajar.
Kuatkan kesabaran
Saling mengutkan kesabaran dalam menjalani proses up grade, terutama saat kita menjumpai sejumlah hambatan keterbatasan, semisal waktu, tenaga, atau keuangan. “jikakamu tidak menyukainya maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”(Q.S 4:19). Bukankah jika kita bersabar., Allah pasti memberikan ganjaran setimpal di surga kelak.
Perbaiki komunikasi
Saling memperbaiki komuniksai dan interaksi. Jika semakin sekufu semakin baik komunikasi dan interaksi. Maka memperbaiki keduanya adalah cara tept menuju kedekatan kesekufuan. Sebab tanpa kita sadari kesalahan komuniksasi dapat melahirkan perasaan negative, semisal tertekan, kecewa, putus asa, pada salah satu atau kedua pihak. Perasaan negative ini jika dibiarkan akan menjadikan potensi kebaikan pasangan kita mandul atau kerdil.
Bingkai dengan bahasa cinta
Atas dasar apa kita meng up grade pasangan? Pastikan cinta yang mendasarinya, bukan yang lain. Kita ingin lebih sholeh, lebih cerdas, dan lebih berkembang dalam bingkai ‘karena aku mencintaimu’. Naïf sekali jika seorang suami meminta istrinya ikut kursus bahasa inggris misalnya, karena ia btidak mau dipermalukan didepan kolega-koleganya.
Menjaga Agar Cinta Tak Padam
Cinta dalam kehidupan pernikahan adalah sumber energi. Ia mampu membawa pemiliknya pada puncak kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Lalai dalam merawat dan menjaganya dapat malapetaka dalam rumahtangga, terlalu bombastis? Bagaimana jika waktu, kesibukan dan jarak jadi kendala? Bagaimana islam menempatkan cinta?
Cinta dalam kehidupan pernikahan dapat mengantarkan seorang pada puncak keimanan, puncak kebaikan dan puncak kebahagiaanj jika dilandasi pada kehakikian.
Cinta hakiki akan mendorong seorang melakukan kebaikan pada pasangannya dan melihat pasangannya lebih baik dari waktu kewaktu.
So… ia akan berusaha sebaik mungkin memfasilitasi pasangannya agar tumvbuh dan berkembang. Baik dengan memberikan kenyamanan psiologis, kenyamanan fisik, dan fasilitas lain yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang lebih baik.
Keluarga Sakinah
Setiap insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.
Pembaca yang budiman, sesungguhnya sebuah kehidupan yang sakinah, yang dibangun di atas rasa cinta dan kasih sayang, tentu sangat berarti dan bernilai dalam sebuah rumah tangga. Betapa tidak, bagi seorang pria atau seorang wanita yang akan membangun sebuah rumah tangga melalui tali pernikahan, pasti berharap dan bercita-cita bisa membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, ataupun bagi yang telah menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa berupaya untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.
Hakekat Kehidupan Rumah Tangga yang Sakinah
Pembaca yang budiman, telah disebutkan tadi bahwasanya setiap pribadi, terkhusus mereka yang telah berumah tangga, pasti dan sangat berkeinginan untuk merasakan kehidupan yang sakinah, sehingga kita menyaksikan berbagai macam cara dan usaha serta berbagai jenis metode ditempuh, yang mana semuanya itu dibangun diatas presepsi yang berbeda dalam mencapai tujuan kehidupan yang sakinah tadi. Maka nampak di pandangan kita sebagian orang ada yang berusaha mencari dan menumpuk harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena mereka menganggap bahwa dengan harta itulah akan diraih kehidupan yang sakinah. Ada pula yang senantiasa berupaya untuk menyehatkan dan memperindah tubuhnya, karena memang di benak mereka kehidupan yang sakinah itu terletak pada kesehatan fisik dan keindahan bentuk tubuh. Di sana ada juga yang berpandangan bahwa kehidupan yang sakinah bisa diperoleh semata-mata pada makanan yang lezat dan beraneka ragam, tempat tinggal yang luas dan megah, serta pasangan hidup yang rupawan, sehingga mereka berupaya dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan itu semua. Akan tetapi, pembaca yang budiman, perlu kita ketahui dan pahami terlebih dahulu apa sebenarnya hakekat kehidupan yang sakinah dalam sebuah kehidupan rumah tangga.
Sesungguhnya hakekat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang dilandasi mawaddah warahmah (cinta dan kasih sayang) dari Allah subhanahu wata’ala Pencipta alam semesta ini. Yakni sebuah kehidupan yang diridhai Allah, yang mana para pelakunya/orang yang menjalani kehidupan tersebut senantiasa berusaha dan mencari keridhaan Allah dan rasul-Nya, dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.
Maka kesimpulannya, bahwa hakekat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah terletak pada realisasi/penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mencari ridha Allah subhanahu wata’ala. Karena memang hakekat ketenangan jiwa (sakinah) itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang dari sisi Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah (artinya):
“Dia-lah yang telah menurunkan sakinah (ketenangan) ke dalam hati orang-orang yang beriman agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Al Fath: 4)
Bimbingan Rasulullah dalam Kehidupan Berumah Tangga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shahih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55)
Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinah, insya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.
Di Antara Tips/Cara Meraih Kehidupan yang Sakinah
1. Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d: 28)
Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:
أَسْتَغْفِرُالله ,
dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti shalat, shaum (puasa), shadaqah, dan lain-lain.
2. Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shahih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
Pembaca yang budiman, demikianlah di antara beberapa hal yang bisa dijadikan tips untuk meraih dan membina rumah tangga yang sakinah. Wallahu a’lam. Semoga kajian ringkas ini dapat kita terapkan dalam hidup berkeluarga sehingga Allah menjadikan keluarga kita keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Amiin, Ya Rabbal alamiin.
Sumber:
http://www.assalafy.org/artikel.php?kate
URGENSI PENGETAHUAN BAHASA ARAB
Ada dua poin penting yang berkaitan dengan pentingnya mempelajari bahasa Arab, yaitu:
1. Sebagai sumber ilmu
2. Sebagai pemersatu ummat
A. Sumber Ilmu
Sepanjang sejarah, bahasa Arab merupakan bahasa yang memiliki cabang ilmu yang indah dan kekuatan sastra yang kokoh sehingga mudah dipahami.
Para ulama mengatakan bahwa seseorang sebelum dia membaca teks Arab dia sudah bisa
paham baik dia berbahasa Arab aktif maupun pasif. Berbeda dengan bahasa lain dimana seseorang harus membacanya terlebih dahulu baru kemudian dia bisa paham.1
Bahasa Arab merupakan sumber keilmuan terutama ilmu-ilmu keislaman, karena al-Qu’an, al-hadits, al-atsar serta penjelasan para ulama terdahulu menggunakan bahasa Arab. Kita tidak bisa memahaminya kecuali dengan bahasa Arab. Ini adalah bagian dari mukjizat al-Qur’an yaitu memiliki standar bahasa yang baku yaitu bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan sumber keilmuan karena terdapat beberapa hal sebagai berikut:
1. Sarana mencapai kemuliaan
Ilmu adalah kemuliaan dan tidak bisa diraih kecuali dengan bahasa. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberi kemuliaan pada bahasa Arab dengan dua yaitu:
a.Standar bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab.
Allah memilih bahasa Arab sebagai bahasa wahyu-Nya agar umat manusia bisa memahaminya dengan mudah. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” 2
b.Memilih dan mengutus rasul-Nya dari orang Arab untuk seluruh alam. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam.” 3
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan orang Arab “asli” yang sangat fasih berbicara dengan menggunakan bahasa Arab.
Bahasa Arab merupakan bahasa yang mulia sehingga menjaga diri seseorang dari kebodohan dan perselisihan. al-Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh dan berselisih, kecuali ketika mereka meninggalkan bahasa Arab dan cenderung pada bahasa Aristoteles.” 4
Oleh karena itu, banyak orang-orang mulia dari kalangan ulama, pendapat-pendapat mereka dijadikan sebagai sumber rujukan dalam memahami al-Qur’an al-Karim dan as-Sunnah an-Nabawiyah. Mereka diantaranya yaitu:
a.Al-Imam Syafi’i rahimahullah
Diriwayatkan dari Muhammad bin al-Hasan al-Ja’farani, dia berkata, “Saya tidak pernah melihat seorang pun yang lebih fasih dan lebih alim dari Imam syafi’i. Jika dibacakan syai’r di hadapannya pasti beliau mengetahuinya, beliau adalah ibarat lautan ilmu.” 5
Dalam riwayat yang lain, dari Rabi’ah bin Sulaiman, dia berkata, “Saya mendengar Ibn Hisyam rahimahullah pengarang buku Maghazi berkata, “Imam Syafi’i adalah hujjah dan bahasa.” 6
b.Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Ibrahim al-Harbi rahimahullah berkata, “Saya melihat Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah seakan-akan Allah mengumpulkan ilmu orang terdahulu dan terakhir untuknya.” 7
c.Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah
Abu Hayyan rahimahullah adalah guru para ahli Nahwu, ketika dia bertemu dengan Ibn Taimiyah rahimahullah, dia berkata, “Kedua mata saya belum pernah melihat orang seperti Ibn Taimiyah.” 8
Dengan demikian, para ulama mendapat kemuliaan baik disisi manusia maupun disisi Allah karena mereka menjadikan bahasa Arab sebagai sarana untuk memahami agama ini.
2. Sarana memahami agama
Bahasa arab merupakan sarana yang paling penting untuk memahami agama Islam. Hal ini karena al-Qur’an, al-hadits, al-atsar, tafsir, dan penjelasan para ulama sebagian besar menggunakan bahasa Arab. Untuk bisa memahaminya kita membutuhkan sarana yaitu bahasa Arab.
Oleh karena itu, sahabat yang mulia al-Faruq Umar bin khaththab radiallahu ‘anhu diriwayatkan telah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari radiallahu ‘anhu seraya berkata,
تعلموا العربية فإنها من دينكم……
“Belajarlah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab itu bagian dari agama kalian.” 9
Dalam riwayat yang lain dari Umar bin Zaid berkata, “Umar bin Khaththab radiallahu ‘anhu menulis surat kepada abu Musa al-Asy’ari radiallahu’anhu, ‘pahamilah sunnah dan pahamilah bahasa arab.’ ” 10
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah mengarahkan penuntut ilmu hadits agar mempelajari bahasa dan Sastra arab. Beliau berkata, “Menurut pandangan saya, seorang penuntut ilmu yang mendalami ilmu hadits harus memperbanyak studi ilmu sastra dan bahasa Arab sehingga dia mampu menguasai fiqhul hadits dengan baik karena hadits adalah ucapan orang Arab (rasulullah) yang paling fasih.” 11
Keterangan di atas adalah wujud perhatian besar para ulama terhadap bahasa Arab yang merupakan sarana mereka dalam memahami agama Islam.
B. Pemersatu Ummat
Sebagai seorang muslim, kita meyakini bahwa bahasa Arab bukanlah bahasa orang Arab semata, akan tetapi merupakan bahasa kaum muslimin di seluruh dunia yang dengannya kaum muslimin menyatu dalam beberapa aspek ibadah dan dengan tujuan ini pula Allah menurunkan al-Qur’an menggunakan bahasa bahasa Arab.
Jika bahasa Arab hanya menjadi bahasa orang (bangsa) Arab saja maka tidak mungkin Allah menurunkan al-Qur’an dengan bahasa Arab. Hal itu bertentangan dengan firman-firman-Nya, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai “sumber ilmu”.
Dalam Islam, ada beberapa ibadah yang tidak bisa dikerjakan kecuali dengan bahasa arab, diantaranya sebagai berikut:
1.Shalat
Shalat tidak sah kecuali dengan bahasa arab, mulai dari panggilan untuk shalat (adzan dan iqamah), dan saat melakukan shalat yang diawali dengan takbiratul ihram, bacaan ayat-ayat al-Qur’an, dzikir-dzikir, dan salam, semua itu diucapkan dengan bahasa arab.
2. Dzikir-dzikir dan do’a-do’a
Dzikir dan do’a pada asalnya mengunakan bahasa Arab. Hal itu lebih utama, termasuk dalam dzikir adalah membaca al-Qur’an. Para ulama mengatakan diantara dzikir-dzkir yang paling utama adalah membaca al-Qur’an selain kalimat thayyibah (لا إله إلا الله).
Seseorang dikatakan telah membaca al-Qur’an jika dia membaca teks aslinya. Orang yang membaca terjemahannya tidaklah dikatakan membaca al-Qur’an, karena bisa jadi terjemahan itu keliru.
Walaupun dzikir dan do’a secara umum boleh menggunakan bahasa terjemahan (bahasa Ibu) bagi orang non-Arab, namun “tidak” di semua tempat dan waktu boleh berdzikir dan berdo’a menggunakan bahasa non-Arab.
C. Kesimpulan.
Urgensi bahasa Arab selain sebagai bahasa al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sebagai bahasa komunitas kaum muslimin di seluruh dunia. Apabila kita menengok sejarah perkembangan Islam maka tidak terlepas dari bahasa arab. Hal ini bisa kita lihat pada beberapa negara di Afrika yang sampai sekarang masih menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa ibu (bahasa sehari-hari). Wallahu a’lam
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Monday, 13 September 2010
Bahasa Arab Sumbang 40 % Bahasa Dunia
Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Departemen Agama, Prof Dr Machasin, di Medan, Selasa [13/10] , mengatakan, Bahasa Arab mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan muslim di berbagai belahan dunia.
“Bahasa Arab mempengaruhi bahasa Persia, Turki, Urdu, Melayu, Hausa dan Sawaili. Artinya di bawah pengaruh Islam, kosakata Bahasa Arab banyak dipakai dalam berbagai bahasa di dunia,” katanya pada seminar internasional Bahasa Arab Dalam Perpektif Sosial Budaya.
Ia mengatakan, dewasa ini Bahasa Arab merupakan bahasa daerah sekitar 150 juta orang di Asia Barat dan Afrika Utara yang merupakan 22 negara yang menjadi anggota liga negara-negara Arab.
Bahasa Arab juga merupakan bahasa agama lebih dari satu miliar umat muslim di seluruh dunia, yang diucapkan dalam ibadah sehari-hari.
Bahasa ini juga merupakan bahasa hukum Islam yang mendominasi kehidupan semua muslim dan digunakan sebagai bahasa kebudayaan Islam yang diajarkan di ribuan sekolah diluar dunia Arab. “Dari Senegal sampai Filipina, Bahasa Arab dipakai sebagai bahasa pengajaran dan kesusastraan, pemikiran di bidang sejarah, etika hukum dan fiqih serta kajian kitab,” katanya.
Didukung dengan beberapa doktrin ajaran dalam Islam, Bahasa Arab terus mempengaruhi masyarakat muslim diberbagai tempat. Misalnya doktrin bahwa Al Quran harus ditulis dan dibaca dalam bahasa aslinya yakni Bahasa Arab.
Hal ini berbeda dengan kitab suci lain yang justru harus diterjemahkan ke berbagai bahasa tanpa menyertakan teks aslinya. Doktrin pendukung lainnya adalah berbagai ucapan ritual ibadah yang hanya dianggap sah jika dilakukan dalam Bahasa Arab.
Doktrin-doktrin seperti ini telah memacu motivasi masyarakat muslim untuk mempelajari dan menguasai Bahasa Arab sejak dini agar kelak menjadi muslim yang baik.
Pengaruhi Cara Berfikir Masyarakat Muslim
Bahasa Arab mempengaruhi cara berfikir dan bersikap masyarakat muslim di seluruh dunia karena bahasa sangat erat kaitannya dengan kegiatan berpikir masyarakat pengguna bahasa itu.
“Bahasa Arab dewasa ini sangat mempengaruhi cara berpikir dan cara bersikap masyarakat muslim di seluruh dunia. Hal ini terlihat dari kecenderungan masyarakat muslim untuk memahami segala sesuatu yang serba Islami dan Arabi,” kata Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Departemen Agama, Prof Dr Machasin, di Medan, Selasa.
Ia mengatakan, dalam konteks Indonesia, Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing tertua yang dikenal bangsa Indonesia sejak masuknya Islam kenusantara. Bahasa Arab dikenal dan dipelajari oleh bangsa Indonesia karena terkait dengan fungsi Bahasa Arab yakni sebagai bahasa agama.
Sebagai bahasa agama, Bahasa Arab telah memainkan peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa Indonesia yang religius. Berdasarkan realita tersebut, maka peranan Bahasa Arab dalam proses pengembangan sikap religius warga bangsa pada umumnya dan peserta didik di lingkungan satuan-satuan pendidikan, sangatlah besar.
Disisi lain, era globalisasi yang menjadikan dunia sebagai desa kecil, mau tidak mau memaksa warga dunia untuk melakukan interaksi sosial dan budaya secara intensif antar mereka. Atas dasar itu, perkembangan sosial budaya di suatu bangsa akan mudah diakses bahkan mempengaruhi warga dunia lainnya.
Sementara dalam konteks Bahasa Arab, perkembangan sosial budaya yang terjadi di negara-negara Arab pun akan mempengaruhi dunia secara positif atau negatif.
Misalnya, perkembangan situasi Timur Tengah yang demikian memanas akan mempengaruhi iklim ekonomi dan politik dunia.
Demikian juga dengan perkembangan pemikiran Islam garis keras di suatu negara juga akan mempengaruhi pemikiran dan pemahaman Islam di negara-negara Islam lain di dunia.
“Atas dasar itu, pemahaman Bahasa dan Budaya Arab, bagi Indonesia yang mayoritas beragama Islam menjadi penting dalam merespon perkembangan yang terjadi di Timur Tengah, baik di bidang ekonomi, politik, dan agama,” katanya.
Staf Pengajar Program Studi bahasa Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara (USU), Drs Aminullah MA, mengatakan, peran Bahasa Arab sebagai bahasa agama sangat berpengaruh pada pola kehidupan Indonesia di kehidupannya sehari-hari.
“Sejak dahulu sampai sekarang, masyarakat muslim Indonesia terus berlomba-lomba mengusakan agar anaknya dapat menguasai Bahasa Arab sejak dini. Ini tentunya dengan harapan agar si anak dapat semakin menguasai Islam dengan baik,” katanya. ( dan )