Monday 5 November 2012

Sikap Permusuhan, Ikhtilaf dan Perpecahan


Dalam pengajian dalam kitab mukhtashor shahih Bukhari  setiap hari jum’at bada Maghrib oleh Syaikh Hani Sya’al hafidzohullah, Ada sebuah bab yang menarik saya untuk menuliskanya dalam catatan singkat ini yang berjudul "Kitaabul khusuumaat" yang menuturkan hadits-hadits tentang sikap permusuhan, ada sebuah hadits yang bercerita tentang dua sahabat Nabi yang saling menyalahkan tentang bacaaan Qur’an karena salah satu sahabat menyalahkan bacaan sahabat lainnya karena menurutnya ia menyelisihi apa yang dicontohkan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.

Sahabat yang menyalahkan bacaan itu adalah Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu, beliau heran kepada orang itu yang membaca ayat yang tidak sama seperti yang didengarnya dari Nabi Shalalahu'alaihi wasallam, maka Abdullah bin Mas'ud ra membawa orang tersebut dan mengadukannya kepada Nabi shalallahu'alaihiwasallam. Apa yang dikatakan Nabi ?

Begini redaksi matan hadits tersebut : 

عن عبد الله بن مسعود زضي الله عنه : سمعت رجلا يقرأ آية ,سمعت من النبي صلى الله عليه و سلم خلافها فأخذت بيده, فأتيت به رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( كلاكما محسن لا تختلفوا, فإن من كان قبلكم اختلفوا فأهلكوا )

Dari Abdullah bin Mas’ud R.a : "Saya mendengar seseorang membaca ayat yang menyelisihi apa yang saya dengar dari Nabi saw. Kemudian saya memegang tangannya dan membawannya ke Rasulullah saw. Kemudian beliau bersabda : “ Kalian berdua benar, janganlah kalian saling berselisih karena sesungguhnya orang-orang sebelummu saling berselisih maka mereka hancur” ( HR. Bukhari)

Hadits ini berkenaan tentang Al-Quran yang diturunkan dalam sab’atil ahruf  atau tujuh lahjah atau dialek arab (dibahas dalam ilm uluumulQuran), yang semuanya benar dan menunjukan bagaimana islam itu sangat menghargai perbedaan selama bukan dalam masalah Aqidah, karena kebanaran itu memang satu, Kebenaran (Al-Haq) adalah satu, namun Allah subhanahu wata'ala menjadikan dalam beberapa perkara dan permasalahan sebagai rahmat dan kasih sayang dari-Nya karena tidak adanya pengetahuan akan kebenaran secara yakin, tidak berarti bahwa kebenaran itu dipilih secara acak, namun terkadang kebenaran berjalan diantara dua perkara atau bahkan lebih dengan dalil.

Jika terjadi tidak adanya ketidaktahuan akan kebenaran maka tidak berarti hal itu mendorong kepada permusuhan dan perpecahan selama masing-masing mempunyai dalil. Contoh yang kongkrit adalah perbedaan antara Fuqoha (para ulama ahli fiqh) dalam beberapa kasus tahapan dan tingkatan fiqh. Adapun perbedaan dalam hal selain itu maka tidak mungkin kebenaran itu lebih dari satu, sama sekali. 

Terjadinya ikhtilaf di tengah tengah kaum muslimin adalah sunatullah yang tak mungkin kita hindari. Keberadaannya kadang membawa rahmat bagi kaum muslimin. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ," Terkadang ikhtilaf membawa rahmat terkadang membawa bencana ". Hal senada juga pernah dinyatakan oleh Ibnu Abidin , “ Ikhtilafnya para mujtahidin dalam perkara perkara furu' ( cabang ) merupakan bagian dari rahmat , keberadaannya telah memberikan keluasan bagi kaum muslimin”. 


Perbedaan penafsiran Sabda Nabi diantara para Sahabat sering terjadi seperti perbedaan pendapat tentang perintah Nabi untuk jangan sholat ashar kecuali telah sampai di Bani Quroidhoh, sebagian sahabat memaknai perintah Nabi tersebut supaya mereka bersegera untuk cepat sampai di Bani Quroidhoh sehingga mereka dalam tanda kutip “melanggar” perintah Nabi dan mereka sholat ashar sebelum sampai di Bani Quroidhoh karena waktu ashar akan habis sebelum mereka sampai di sana, sedangkan sebagian sahabat lain memahami secara dzohir perintah Nabi dan mereka sholat ashar di Bani Quroidhoh padahal waktu sholat Ashar sudah habis dan masuk waktu maghrib, apakah mereka saling bermusuhan ? tidak ! mereka berpikir tenang dan jernih dan langsung bertanya tentang perihal ini kepada Nabi saw. dan Nabi menyatakan bahwa kedua golongan sahabat ini benar semuanya.

Begitupun ulama-ulama salaf sering berbeda pendapat dalam beberapa masalah furu’iyyah baik dalam masalah fiqh atau ushul fiqh bahkan dalam balaghoh pun ada perbedaan seperti dalam Nahwu dan shorof dan sebagainya. Dalam masalah ayat mutasyabihat para mufassir juga seringkali berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat dan ikhtilaf-ikhtilaf lainnya, semua terjadi karena otak manusia terbatas dan hikmah dengan adanya ikhtilaf itu khazanah atau perbendaharaan keilmuan islam itu terus hidup dan dipelajari sampai 1400 tahun setelah Nabi saw wafat. 

Namun perlu di catatat bahwa mereka berbeda pendapat dengan ILMU, jadi meskipun mereka berbeda namun bisa menghargai dan bisa hidup dengan damai, berbeda dengan keadaan zaman sekarang justru mereka yang sering berbeda pendapat itu malah saling serang, tonjok-tonjokan dan bahkan saling bunuh, itulah yang dinamakan fitnah ! 


Menurut Syaikh Hani Sya’al hafidzhohullah bahwa semakin perkara ikhthilafiyah digali dan diperdebatkan itu menandakan merajalelanya kebodohan dan beliau menyatakan bahwa obat dari fitnah itu adalah ILMU, dengan ilmu semua bisa terobati, dan Perbedaan atau ikhltilaf  ini jangan sampai menjadi perpecahan atau iftiroq.  Haruskah berpecah ? pertanyaan ini perlu dikumukakan. Iftiraq ( perpecahan ) adalah bentuk extrem dari ikhtilaf . Berbeda tidak mesti berpecah, perbedaan justru menjadi warna dan dinamika pergerakan . Namun , jika kita tidak mampu menghargai perbedaan , memilah masalah ushul ( prinsip ) dan furu' ( cabang ) yang terjadi , kita berada pada titik extrem perpecahan , padahal perpecahan adalah petaka dan bencana . Dan bencana pergerakan itu adalah gampang berpecah dan berpisah . Berangkat dari firman Allah Ta'ala : " Jikalau Rabbmu menghendaki , tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu , tetapi mereka sentiasa berselisih pendapat , kecuali orang orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu . Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka " . ( QS : Huud 118 )

Abdurrahman bin Qosim ( seorang tabi'in ) terkemuka pernah berkata : " Ada satu pernyataan dari khalifah Umar bin Abdul Aziz yang membuatku terkagum kagum , beliau pernah berkata , " saya tidak senang jika para sahabat Rosulullah Saw tidak berselisih pendapat . Karena , jika mereka hanya memiliki satu pendapat ( pandangan ) umat akan mengalami kesulitan ( karena tidak bisa memilih ) . Mereka adalah para imam yang diikuti , jika mereka berbeda pendapat lalu umat islam memilih salah satu dari pendapat mereka , maka ini adalah satu keringanan ( bagi umat ) " .


Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa perbedaan pendapat (ikhtilaf) antar madzhab fiqih maupun ikhtilaf yang terjadi antar ulama dalam satu madzhab bukanlah sesuatu yang tercela, selama perbedaan tersebut tidak pada bagian pokok agama dan keyakinan. Selama dalam perkara furu’i dan ijtihadi, perbedaan pendapat tersebut malah merupakan rahmat dan kemudahan bagi umat serta merupakan bagian dari kekayaan tasyri’ pada umat ini.

Adanya perbedaan pendapat di kalangan fuqaha ini juga tidak menunjukkan adanya pertentangan dalam syari’at, melainkan ini terjadi karena kelemahan manusia dalam memahami syari’at. Dan demi menghilangkan kesempitan (haraj), maka kita dibolehkan beramal dengan salah satu pendapat fuqaha yang ada.

Syaikh Ahmad Kaftaru rahimahullah pernah berkata menyikapi tentang kejadian menyedihkan umat Islam di Amerika yang karena dalam sebuah mesjid di sana ada dua jamaah yang berbeda pendapat tentang jumlah sholat teraweh, yang satu 8 raka’at dan yang satu 20 raka’at, karena perbedaan ini mereka saling perang dan membunuh,  apa yang beliau katakan ?  kurang lebihnya begini “ Wahai orang-orang muslim, kenapa kalian berpecah dan berperang karena perkara sunnah (shalat tarawih) sedangkan kalian melupakan perkara yang wajib yaitu berpegang teguh dalam Agama Allah secara jama’ah dan jangan bercerai berai !


وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ. (ال عمران: 103)

"Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu jadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk." (Ali Imran: 103)

Perkara sunnah seperti sholat tarawih itu semuanya benar, dan jangan sampai perkara tersebut  dan semisalnya menjadikan seseorang melupakan perkara yang wajib yaitu Berpegang teguh pada Agama Allah berjamaah dan tidak bercerai berai. Harapan saya semoga umat Islam semakin dewasa bisa saling toleran dan menghargai pendapat yang lain dan Semoga umat Islam bisa mengembalikan kejayaan masa lalunya dengan bangkitnya ilmu pengetahuan Islam dan berkurangnya kebodohan … aamiin

Damaskus 2/11/12

Wallahua’lam

Artikel Terkait

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...