Tuesday 24 January 2012

Negeri Sejuta Pesona I

Ketika melihat anak-anak kecil damascus yang sedang belajar mengaji dan "talaqi qiroat" ke syeikh Samir ingatan saya terlempar beberpa tahun ke belakang saya teringat masa-masa kecil yang begitu lugu dan polosnya ketika dimasukan ke pondok pesantren "salafiyah" mengapa di sebut salafiyah ? Karena pondok tersebut masih menggunakan sistem pembelajaran tradisional misal memperlajari kitab kuning (istilah untuk kitab-kitab berbahasa arab gundul yg dicetak dengan kertas berwarna kuning maupun putih) secara "bandongan" dan "sorogan" yang telah diajarkan sejak zaman dahulu oleh pendahulu ulama kita dan biasanya di pesantren model ini hanya mempelajari kitab-kitab kuning saja dari berbagai macam atau cabang keilmuan dalam khazanah islam dimulai dari nahwu, shorof yang merupakan ilmu kunci bagi setiap santri yang ingin mempelajari ilmu keagamaan lebih jauh, diibaratkan keduanya itu ibu bapak dari cabang ilmu lainya yang sebab dari keduanya bisa mendapat atau mengusai cabang ilmu yang lainya semisal ilmu tauhid, ilmu fiqh, ilmu ushul fiqh, ilmu balaghoh (bayan, majaz dll), ilmu tafsir, ilmu hadits dan sebagainya namun sekarang pesantren mulai ber"evolusi" dengan adanya pondok-pondok modern semisal Gontor yang juga mempelajari bahasa Inggris dan pelajaran umum, dan adapula pondok pesantren yang semi modern, yaitu memadukan antara dua metode antara tradisional dan modern. 

Selalu ada masa-masa yang tidak bisa dilupakan di pondok dulu, mulai dari sendal yang selalu hilang entah dipakai oleh siapa alias di "ghoshob", ketika ada santri yang datang setelah cuti liburan dan ia "wajib" membawa "adrahi atau IN" (oleh-oleh biasanya berupa makanan) dan langsung di serbu oleh kawan kawan santri yang ngga tahu kenapa perasaannya itu lapar terus hihihihi, mungkin memang begitulah santri yang kurang makan :) melihat santri yang hafal kitab-kitab semisal alfiyah, imriti, nadhom maqsud, dan sebaginya rasanya ingin seperti mereka, rasnya itu "panas" di telinga seakan ia menyindir diriku, "aku saja bisa kok kamu ga bisa!!", santri yang nakal yang suka pacaran secara sembunyi-sembunyi, namun sebaik-baik tupai meloncat pasti jatuh juga :) sebaik-baik menyembunyikan ketahuan juga akhirnya, surat-suratan dengan santriah (alhamdulillah saya belum pernah ^^) main sepak bola memakai sarung, hahaha dan masih banyak moment yang unforgotable lainya :) 

namun satu hal yang perlu di garis bawahi bahwa mereka para santri adalah seorang penuntut ilmu yang sedang berjuang di jalan Allah untuk menghidupkan ilmu-ilmu agama sekaligus mengangkat sebuah kewajiban fardhu kifayah untuk mempelajari dan memperdalami ilmu agama yang berarti kewajiban mempelajari cabang-cabang ilmu kepada orang-orang muslim dipenuhi dan digugurkan oleh mereka, namun ilmu agama mulai hilang seiring dengan wafatnya ulama, ilmu diangkat oleh Allah dengan wafatnya ulama, sedih rasanya jika ada berita ada kiai atau ulama yang meninggal yang bertanda ilmu sudah diangkat, santri adalah sebagai penerus para ulama, ya mereka adalah penerus, tonggak perjuangan ada pada punduk mereka, kalau bukan santri siapa lagi ? 


Ruknudien, Damascus 




Masjid Umawi



Artikel Terkait

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...