Sunday 6 June 2010

Keunggulan Bahasa Arab

Manakala bahasa mulia telah ditelantarkan, bahasa yang mengantarkan pada pemahaman ilmu Qur'an dan sunnah yang shohih telah dicampakkan, apa yang akan terjadi??

Pertanyaan itu salah satunya dapat dijawab dengan ungkapan seorang ulama yang terkenal dengan kedalaman ilmunya, Imam Asy Syafi'i.

"Manusia menjadi buta agama, bodoh dan selalu berselisih paham lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep Aristoteles."1


Kita tentu sering menemui banyak dari masyarakat kita yang notabene sebagian besar kaum muslimin, seolah mewajibkan putra-putri mereka untuk belajar bahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Supaya bisa bersaing di dunia internasional, kata mereka. Memang tidak ada larangan untuk mempelajarinya, karena bahasa Inggris merupakan ilmu yang mubah untuk dipelajari, apalagi jika diniatkan untuk mempermudah dakwah. Tapi ketika niat telah ternoda, tertuju pada urusan duniawi yang fana semata, serta diiringi dengan pemberian porsi yang tidak adil, bahkan mencapai taraf mencibir terhadap Bahasa Arab, bahasa mulia yang justru sangat penting untuk dipelajari. Apakah ini dibenarkan??!

Jauh berbeda dengan masa lampau, bahasa Arab sangat mendapatkan tempat di hati kaum muslimin. Ulama dan para khalifah sekalipun mencurahkan perhatian yang begitu besar terhadap bahasa Arab. Mereka begitu bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menguasai, mengajarkan, dan memberi fasilitas bagi putra-putri mereka memperdalam bahasa Arab. Bahkan diceritakan, para ulama salaf terdahulu memukul putra-putri mereka karena kesalahan berbahasa. Sungguh ironis, jika melihat kenyataan pada masa sekarang, tentu mereka akan sangat bersedih dan terpukul.

Mungkin banyak yang belum tahu atau belum menyadari bahwa bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa lain di dunia ini. Ragam keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Bagaimana mungkin seorang muslim lebih memilih untuk mencintai bahasa lain sedangkan ia memiliki bahasa yang lebih indah, yang lebih pantas untuk dicintai.

Keunggulan dan Keistimewaan Bahasa Arab
Bahasa Arab adalah bahasa yang mulia dan istimewa. Bahasa Arab telah dipilih oleh Allah sebagai bahasa kitab-Nya, seperti yang difirmankan oleh Allah :
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).
Ibnu katsir berkata ketika menafsirkan ayat di atas: “Yang demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada rosul yang paling mulia (yaitu: Rosulullah j), dengan bahasa yang termulia (yaitu Bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril ), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia diatas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Romadhan), sehingga Al-Qur an menjadi sempurna dari segala sisi.

” Allah juga memilih Bahasa Arab menjadi bahasa penutup para Nabi, yaitu Muhammad j. Bahasa ini menjadi bahasa verbal Rasulullah j dan shahabat-shahabatnya. Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita menggunakan bahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab rujukan yang ditulis oleh para ulama, tertulis dengan bahasa ini. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi jalan awal untuk memahaminya.
Selain itu, berbeda dengan bahasa lain, susunan kata dalam Bahasa Arab tidak banyak. Sebagian besar tersusun atas tiga huruf saja. Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya. Disamping itu, kosakata dalam bahasa Arab pun sangat indah. Seseorang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang, tersusun dengan kata-kata yang ringkas, padat, dan syarat dengan makna.

Namun bukan berarti belajar bahasa Arab itu mudah, hanya butuh waktu yang singkat untuk menguasainya, sama sekali tidak…, tetap dibutuhkan semangat, kesungguhan, dan keistiqomahan dalam mempelajarinya. Bahkan semangat dan kesungguhan itu harus lebih daripada mempelajari bahasa lainnya, karena ada pahala dan janji yang besar dibalik itu semua.

Perhatian Salaf dan Mujaddid Abad Ini Terhadap Bahasa Arab
Para salafushsholih dan para mujaddid abad ini yang tidak perlu diragukan lagi kegigihan, kesungguhan dan semangat mereka dalam berjuang menegakkan agama Islam, sangat memperhatikan Bahasa Arab. Dalam perjalanan hidup mereka banyak sekali perkataan dan perbuatan yang mencerminkan begitu besar perhatian mereka terhadap bahasa mulia ini.

Umar bin Khaththab pernah rnenulis surat kepada Abu Musa yang berisi pesan: "Amma ba’du, pahamilah sunnah dan pelajarilah bahasa Arab". Pada kesempatan lain, beliau mengatakan: "Semoga Allah merahmati orang yang meluruskan lisannya (dengan belajar bahasa Arab)’. Pada kesempatan lain lagi, beliau menyatakan: "Pelajarilah agama, dan ibadah yang baik, serta mendalami bahasa Arab". Beliau juga mengatakan: "Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan".4
Berbahasa yang baik dan benar sudah menjadi ciri khas dan hampir menjadi suatu keharusan generasi Salaf. Oleh karena itu, kekeliruan dalam pengucapan ataupun ungkapan yang tidak sesuai dengan kaidah bakunya dianggap sebagai cacat, yang mengurangi martabat di mata orang banyak. Umar bin Khaththab pernah mengomentari cara memanah beberapa orang dengan berucap: "Alangkah buruk bidikan panah kalian". Mereka menjawab, "Nahnu qawmun muta’alimiina (kami adalah para pemula)"5, maka Umar berkata, ‘Kesalahan berbahasa kalian lebih fatal menurutku daripada buruknya bidikan kalian…"6 Sungguh, sangat keras teguran beliau kepada orang yang salah dalam berbahasa.

Para ulama pun tak kalah perhatiannya terhadap bahasa Arab. Mereka tidak pernah menganggap remeh bahasa ini, mereka mempelajarinya sebagaimana mempelajari ilmu syar'I yang lain, karena bahasa Arab merupakan sarana untuk mempelajari ilmu syari'at. Di antaranya adalah Imam Syafi’I, Ibnul Qayyim, dan Imam Syaukani.
Imam Syafi'i telah mencapai puncak dalam penguasaan bahasa Arab, sehingga dijuluki sebagai orang Quraisy yang paling fasih pada masanya. Dia termasuk yang menjadi rujukan bahasa Arab. Ibnul Qayyim juga dikenal memiliki perhatian yang kuat terhadap bahasa Arab. Beliau mempelajari dari kitab Al Mulakhkhash karya Abul Baqa’, Al Jurjaniyah, Alfiyah Ibni Malik, Al Kafiyah Asy Syafiah dan At Tashil, Ibnul Fathi Al Ba’li. Beliau juga belajar dari Ali bin Majd At Tusi. Demikian halnya dengan Imam Syaukani. Ulama ini menimba ilmu nahwu dan sharaf dari tiga ulama sekaligus, yaitu: Sayyid Isma’il bin Al Hasan, Allamah Abdullah bin Ismail An Nahmi, dan Allamah Qasim bin Muhammad Al Khaulani.

Tidak berbeda dengan mujaddid 'pembaharu' abad ini seperti Syaikh Al-'Alamah Abdul Azis bin Baaz, Al-'Alamah Al-Albani, dan Al 'Alamah Syaikh Ibnu Al-Utsaimin. Mereka mencurahkan segala-galanya untuk Islam. Mereka menimba ilmu semenjak kecil, tidak pernah bosan dan berputus asa. Ilmu bahasa Arab pun tidak tertinggal untuk mereka pelajari.

Syaikh AlBani pernah berkata, "Sesungguhnya di antara nikmat yang besar dan tak terhingga dari Allah kepadaku ada dua hal; hijrahnya ayahku ke Syam dan dia mengajarkanku memperbaiki jam." Dia belajar dari ayahnya cara memperbaiki jam hingga dia mahir dan terkenal dalam bidang itu. Dia mencari nafkah dengan itu. Dia berkata, "pertama aku diberi kemudahan untuk belajar bahasa Arab yang sebelumnya ketika kami di Albania tidak pernah terlintas bahwa aku akan bisa berbahasa Arab, walau satu huruf pun. Tidak ada jalan untuk memahami kitabullah dan sunnah Rasulullah j, kecuali dengan bahasa Arab."7 Beliau sangat bersyukur atas kemudahan untuk mempelajari bahasa Arab yang sebelumnya beliau pikir sangat kecil peluangnya. Bahkan beliau menempatkannya sebagai nikmat yang besar dan tak terhingga.
Subhanallaah, mereka adalah ulama-ulama yang terkenal kedalaman ilmunya begitu perhatian, semangat, gigih untuk mempelajari bahasa Arab. Pantaskah kita untuk meremehkan bahasa ini?

Artikel Terkait

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...